Memberi Nafkah
Ketika seorang lelaki telah memberanikan diri mengambil wanita sebagai istri, dia akan memiliki kewajiban baru yaitu memberi nafkah keluarga. Ini merupakan kewajuban utama seorang suami yang tidak boleh tidak harus dipenuhi dan berdosa jika melalaikannya. Sebagaimana sabda Rasulullah saw:
"Berdosalah orang (suami) yang mengabaikan nafkah keluarga yang menjadi tanggungannya." (HR. Muslim dan Abu Dawud)
Nafkar keluarga merupakan amal wajib yang paling afdhal karena dengan nafkah itu, keluarganya dapat beramal. Di samping itu, enafkahi keluarga termasuk amal kebajikan dan juga sedekah, Bahkan tidak hanya sedekah biasa, melainkan sedekah yang paling utama karena mengutamakannya berarti telah memenuhi kewajibannya seabgai penanggung jawab nafkah keluarga dan memperoleh pahala yang besar.
Memberi nafkah bagi seorang suami merupakan kewajiban yang paling pokok. Sementara bagi istri, pemberian nafkah ini adalah hak yang mesti harus diterimanya. Keharmonisan dan kebahagiaan dalam rumah tangga suami-istri tersebut akan dapat dicapai jika dalam pemberian nafkah tersebut dilaksanakan sebagaimana mestinya dengan tidak dikurang-kurangi atau juga diiringi dengan adanya rasa bakhil atau pelit.
Mengenai kewajiban suami untuk memberi nafkah istri telah diperintahkan oleh Rasulullah saw ketika beliau menjawab pertanyaan sahabat Mu'awiyah bin Haidah ra., yang menyatakan perihal hak seorang istri dari suaminya:
" Memberinya makan bila engkau makan dan memberinya pakaian bila engkau berpakaian. Janganlah engkap memukul bagian wajah menjelek-jelekkan dan jangan pula meninggalkannya kecuali di dalam rumah." (HR. Abu Dawud dan Ibn Majah)
Sabda Rasulullah saw yang lain:
" Tiada hari yang dilalui oleh para hamba, kecuali diturunkannya baginya dua malaikat. Lalu ber-do'a salah satunya: 'Yaa Allah, berikanlah ganti kepada orang yang memberi nafkah'. Sedangkan yang satunya lagi berdoa: 'Yaa Allah, berilah kehancuran kepada orang yang menahan (dari berinfak)'." (HR. Bukhari dan Muslim).
1. Hal penting yang harus diperhatikan dalam memberi nafkah keluarga.
Memberikan nafkah bagi keluarga yang di ridhai Allah tentu tidaklah hanya sekedar memberikan kebutuhan secara umum saja, tetapi hars memperhatikan hal-hal penting seperti:
- Memberi nafkah harus didasari rasa tulus ikhlas. Memberi nafkah yang didasari tulus ikhlas dapat mendatangkan kebahagiaan keluarga dan suami mendapat pahala. Sebaliknya, akan muncul beban yang terasa kian hari semakin berat dan keadaan yang semakin menyebalkan jika memberi nafkah tidak didasari dengan ketulusan. Sehingga memungkinkan terjadi ketidaktenteraman hidup dalam rumah tangga.
- Menafkahi keluarga harus dengan yang halal. Sebuah hadits menerangkan:
"Amal yang paling utama ialah mencari nafkah yang halal". (HR. Ibnul 'Ali).
Dengan nafkah yang halal, semua organ tubuh termasuk hati dan pikiran akan terbentuk dari sari pati makanan yang halal, sehingga keabsahan dan ke-khusyu'an ibadah kita lebih terjamin. Ini berarti akan mewujudkan ke-afdhal-an amal kita. Seorang suami yang hanya berprinsip bagaimana caranya mencari serta memperoleh makanan untuk istri dan keluarga lainnya dan tidak memperdulikan masalah halal atau haram makanan tersebut, sesungguhnya telah melakukan suatu hal yang sangat berbahaya di dalam kehidupan rumah tangganya. Jika ternyata makanan yang diberikan tersebut adalah haram atau haram dalam cara mendapatkannya, maka tindakan tersebut adalah tercela dan sangat membahayakan kehidupan keluarganya.
- Memberikan nafkah yang cukup untuk beribadah.
- Memenuhi dalam ukuran yang wajar atau tidak berlebihan, tidak memperkaya keluarga dengan menumpuk harta. Sebalinya tetap memperhatikan kepentingan orang lain. Seorang suami yang membiasakan royal atau berlebih-lebihan dalam memberikan nafkah kepada istrinya secara langsung dapat menjerumuskan istri pada tindak pemborosan serta ke-mubadzir-an.
- Sesuai kemampuan suami. Nafkah keluarga diberikan sesuai kemampuan suami yaitu kemampuan yang paling maksimal, bukan disesuaikan dengan tuntutan istri dan segenap anggota keluarga. Allah berfirman:
"Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelangan sesudah kesempitan. " (AQ. At-Thalaq: 7).
Tidak kikir. Kekiran dalam menafkahi keluarga, tentu akan menyengsarakan anak-istri dan segenap anggota keluarga. Kecuali jika memang benar-benar tidak ada yang dinafkahkan atau memang tidak mampu. Sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah hadits dari 'Aisyah ra. bahwasanya Hindu binti 'Utbah istri Abu Sufyan pada suatu hari menghadap Rasulullah saw, seraya bertanya:
-
"Yaa Rasulullah, sesungguhnya Abu Sufyan itu suami yang sangat kikir. Ia tidak memberiku nafkah yang cukup bagiku dan anak-anakku kecuali jika aku mengambil nafkah itu tanpa sepengetahuannya. Maka apakah tindakanku yang demikian itu berdosa?/ Rasulullah menjawab: Ambillah nafkah dari suami-mu secara baik-baik, sekedar cukup untuk kepentinganmu dan anak-anakmu!" (HR. Muttafaq 'Alaih).
2. Macam-macam Nafkah Keluarga.
Nafkah keluarga yang menjadi tanggung jawab suami diantaranya adalah:
- Kebutuhan sandang pangan. Kebutuhan ini harus diberikan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuan suami dalam mengupayakannya. Memberi nafkah sandang-pangan ditegaskan secara langsung oleh Allah swt dalam firman-NYA:
".............dan bagi (para) suami berkewajiban menanggung (kecukupan) pangan dan sandang mereka (anak-istri) dengan sebaik-baiknya........". (AQ. Al-Baqarah: 233)
- Kebutuhan papan. Allah berfirman:
"Papankanlah istri-istri kalian dimana kalian bertempat tinggal sesuai dengan kemampuan kalian dan jangan kaliang menyusahkan mereka dengan mengabaikan kebutuhan papan hunian mereka!......" (AQ. Ath-Thalaq: 6)
- Pendidikan anak. Zaman sekarang tidak ada sesuatu yang gratis. Demikian juga dengan pedidikan. Penyerahan anak ke lembaga-lembaga pendidikan harus di imbangi dengan biaya yang cukup dan dari siapa lagi biaya itu kalau bukan dari orang tua, khususnya sang Ayah yang berkewajiban memberi nafkah keluarga.
Mengutamakan dalam pemberian nafkah keluarga berati telah menjalankan sebagian kewajiban baik terhadap keluarga maupun terhadap Allah swt. Dengan nafkah itu seorang suami bisa membahagiakan keluarganya sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Jika kebahagiaan dunia tercapai maka kebahagaan akhirat dapat tercapai pula.
Suami yang shalih pasti tidak akan merasa keberatan atau berkeluh kesah ketika berupaya keras untuk memenuhi kewajiban pokoknya tersebut. Seorang suami shalih pasti tidak akan menyia-nyiakan istri dan keluarganya. Karena tindakan buruk tersebut hanyalah berbuah dosa semata baginya. Na'udzubillah.
Semoga kita menjadi salah satu suami yang shalih bagi keluarga kita. Aamiin.
(Bersambung ke artikel berikutnya.....)
Sumber:
"30 Kewajiban Suami Istri, Solusi cerdas berkaitan dengan kewajiban suami istri dalam meraih kebahagiaa", Syekh Ilyas,Lintas Media, Jombang.