Rabu, 01 Agustus 2012

Cara Mendidik Anak Versi Rasulullah Saw

Bersama Ust. Dr. Ahmad Jalaludin,  LC, MA
Dalam al-qur’an status anak dibagi menjadi 4 :
1.  Anak sebagai Fitnah ( Ujian )
“Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar” ( Qs.Al Anfal :28 ). Anak itu termasuk bagian dari harta, aset (besar) kita yang nanti juga ditanya oleh Allah swt. Kita apakan dan kita perlakukan bagaimana anak – anak kita itu. Suatu saat Umar bin khottob didatangi seorang bapak, bapak ini mengaduh, mengeluh kepada Umar sambil berkata : “Wahai Umar anak saya ini tidak berbakti kepada saya”. Ketika sang anak dipanggil dan ditanya oleh Umar : “Wahai bocah apakah benar kamu melakukan seperti ini seperti itu, sebelum anak ini menjawab malah bertanya kepada Umar :  “Wahai Umar apakah anak punya hak dari orang tuanya ?”. Jawab umar: “Iya betul”,  Anak : “kalau begitu apa haknya, tolong ceritakan apa hak saya terhadap bapak saya?”  Umar “Orang tua itu wajib memberikanmu: [1] Nama yang baik. [2] Memilihkan ibu yang baik. [3] Mengajarkan Al qur’an.  Jawab sang Anak  “Wahai Umar tidak satupun itu dilakukan bapakku, Aku diberi nama Ju’lah (nama yang buruk), Ayahku memilihkanku ibu yang tidak baik, ibuku agamanya adalah majusi dan bapakku tak pernah mengajarkanku huruf satupun dari al qur’an”. Kemudian Umar pun memarahi bapaknya, berkata umar : “Kamu ini mendurhakai anakmu terlebih dahulu sebelum anakmu mendurhakaimu”. Nah, kalau misalnya anak kita nakal jangan terburu – buru menyalahkan sang anak , siapa yang kita salahkan? Kita sebagai orang tua perlu mengadu kepada Allah swt, perlu bertaubat kepada Allah jangan – jangan anak kita itu nakal karena kita itu nakal terlebih dahulu. Anak kita tidak mau sholat karena kita tidak sholat, anak kita tidak mau ngaji karena kita tidak ngaji hingga akhirnya anak kita menjadi fitnah.
2. Anak itu sebagai Musuh
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (Qs. At Taghobun : 14 ). Siapapun kita kalau berhadapan dengan musuh pasti dalam kondisi selalu waspada, siaga, siap sedia dan tak cuek. Kalau qur’an menempatkan anak kita sebagai musuh berarti dalam kehidupan berumah tangga dalam menghadapi anak itu kita perlu waspada, hati-hati tidak cuek, tidak semata-mata menyerahkan kepada sekolah lantas kemudian lepas tanggung jawab. Mendidik anak tetaplah menjadi kewajiban orang tua, kita tetap harus waspada, harus hati-hati agar musuh itu tidak menusuk dari belakang, jangan sampai anak kita itu menuntut kita. Kita bekerja mencari harta untuk kita berikan kepadanya, itu bisa menjadi musuh. Kecuali kata Allah adalah orang-orang yang bertakwa, dimana kata takwa itu berasal dari kata taqoo, yaqii, wiqoyah berarti hati-hati, jangan sampai kemudian orang yang kita kasihi itu justru menjadi beban bagi kita saat nanti kita di akhirat.
3.  Anak itu Sebagai Ziinah ( Perhiasan )
Perhiasan sangat disuka kaum ibu, biasa dipakai bahkan yang dipamer-pamerkan karena senang perhiasan. Anak kita pada hakikatnya juga adalah perhiasan, makanya orang tua itu bangga dan senang terhadap anaknya. Kita harus jaga perhiasan yang amat sangat mahalnya ini untuk kepentingan sebesar-besar investasi kita untuk kemanfaatan dunia dan akhirat. Kita jadikan dia sebagai anak yang sholeh yang senantiasa mendoakan orang tua, serta memberinya ilmu jariyah yang bisa memberi kita pahala tiada putus.
4.  Anak itu sebagai Qurrota a’yun
Dan orang-orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.( Qs. Al Furqon ayat 74 ). Qurrota a’yun berasal dari kata taqur, Qur artinya dingin, sejuk / menyejukkan. Jika kita diluar panas-panas pulang bertemu anak, hati kita menjadi sejuk. Jadikanlah anak – anak kita ini pemimpin –pemimpin yang baik, pemimpin-pemimpin orang yang bertakwa. Saudaraku yang dirahmati Allah swt. Dari yang ke-empat ini kita pilih yang mana ? Tentu kita pilih yang ke-3 dan ke-4. Semoga anak kita tidak menjadi ujian yang memberatkan kita, bukan menjadi musuh  bagi kita, bisa menjadi perhiasan yang kita banggakan sekaligus menjadi qurrota a’yun bagi kehidupan kita. Saudaraku yang dirahmati Allah swt. Sekarang kita melihat bagaimana caranya, kita tinggal melihat apa yang dipraktekkan oleh rasulullah saw. Mari kita lihat hadist-hadist rasul saw yang bercerita tentang perilaku nabi terhadap anak-anak dan juga ajaran-ajaran nabi yang disampaikan kepada orang tua. Nabi itu punya perhatian tidak semata-mata kepada anaknya saja tapi juga anak-anak orang lain. Hal ini mengajarkan kita bahwa pendidikan anak merupakan tanggung jawab sosial setelah menjadi tanggung jawab keluarga. Kami yakin bapak ibu tidak suka/rela kalau anak-anak kita dirumah yang sudah kita jaga betul, kita ajari yang baik ternyata keluar di masyarakat dirusak oleh lingkungannya. Kita ingin anak di rumah jadi baik saat keluar rumah juga dapat lingkungan yang baik, hal seperti ini tidak bisa kita menuntut orang lain. Kita tuntut diri kita untuk melakukan perbaikan pada keluarga kita dan kita juga harus tergerak untuk memperbaiki orang lain dan juga anak-anak orang lain. Apalagi sekarang ini, guru anak kita itu banyak sekali ada yang namanya doraemon, shin chan dll. Kalau kemudian kita tidak berhati-hati, maka anak kita banyak diwarnai orang lain dari pada diri kita ( keluarganya ). Di antara yang diajarkan oleh rasulullah saw adalah sbb :
1.       Kita Perintahkan Anak kita Sholat
Rasulullah SAW bersabda :
“Perintahkanlah anak-anakmu shalat pada usia 7 tahun. Pukullah mereka pada usia 10 tahun, dan pisahkan juga mereka dari tempat tidur mereka” (Sunan Abi Dawud kitab as-shalat bab mata yu`marul-ghulam bis-shalat no. 495. Hadits hasan shahih [al-Albani]). Tidak ada salahnya kita ajak puta/putri kita ke masjid, ada sebuah hadist tapi ada yang menyatakan hadist ini lemah yang artinya : “Jauhkan anak-anak kalian dan orang-orang gila dari masjid –masjid kalian’. Memang ada persoalan terkadang anak kita itu suka ramai dan ribut, tapi sebetulnya kita inikan punya banyak cara untuk mendiamkan/menenangkan anak kita misalnya : siapa yang datang ke masjid nanti dapat permen, bagi yang sholatnya nggak ribut dapat hadiah. Hal ini bisa kita lakukan, nabi Muhammad saw saja ketika ruku’ dan sujud cucunya itu sampai minta gendong. Saudaraku yang di rahmati Allah swt, Itu kita lakukan sebagai contoh agar anak –anak kita juga menunaikan sholat sebagaimana kita menunaikan sholat. Kebanyakan masyarakat kita itu kalau puasa ya puasa, ibadah haji dibela-belain meskipun biayanya sangat besar, tapi kalau sholat itu jarang yang melakukan. Sementara sholat itu tiang agama kalau tidak bagus sholatnya tiangnya itu bisa ambruk, berarti agama tidak ada dalam dirinya bagaimana dengan puasa dan hajinya apakah akan diterima oleh Allah swt. Kemudian dalam hadist ini juga dikatakan tempat tidurnya anak laki-laki dan perempuan itu dipisah kalau usia7 tahun, usia baligh dipisah, jadi sebetulnya islam itu memperintahkan kita untuk memiliki rumah yang besar, sebagaimana terdapat pada hadist nabi : “Empat perkara yang membawa kebahagiaan ialah Wanita yang sholihah, Rumah yang luas, Tetangga yang baik dan Kendaraan yang nyaman.” (HR Ibnu Hibban). Kaitannya dengan ini biar anak-anak terpisah, ini salah satu bentuk pendidikan seksual kepada anak – anak, perlu terpisah antara laki-laki dan perempuan apalagi saat ini dimana pergaulan laki-laki dan perempuan sudah banyak melampaui batas – batas agama.
2.       Nabi Menghormati dan Menghargai Anak
Anak-anak dipanggil dengan panggilan yang baik, meskipun anak-anak kita itu ditakdirkan oleh Allah swt mempunyai kekurangan. Tidak boleh kita memanggil dengan kekurangannya itu. Dikisahkan oleh Saad bin Malik. Saad bin Malik ini masih muda waktu bersama ayahnya dan ayahnya meninggal kemudian setelah itu Saad dipanggil oleh rasul saw dido’akan dan dihargai, diperlakukan seperti orang dewasa. Saad bin Malik pun merasa dihargai dan merasa di hormati. Nah ini menambah semangat tersendiri ketika anak-anak itu diperlakukan dengan baik. Kalau kebiasaan orang arab kadang kalau mereka marah kepada anaknya, anaknya itu dipanggil dengan panggilan yang kurang baik dengan panggilan misalnya yak kalb (anjing), ya himar (keledai) ! Saudaraku yang di rahmati Allah swt kita mari beri penghargaan kepada anak kita, kita panggil anak kita itu misalnya :  Mas, Mbak meskipun dia masih kecil, memberi penghargaan pada mereka itu maka mereka merasa sudah dewasa. Dan juga bila dipanggil mas /mbak berarti mereka sudah diberi tanggung jawab.
3.  Membiasakan Anak dengan Mengambil Haknya
Orang arab itu meskipun kasar mereka juga luar biasa dalam mengajari anaknya. Anak diajak sholat ke masjid , ketika selesai sholat anak itu dipanggil sana pergi salim sama imam, meskipun berada di shaf yang paling belakang anak itu maju ke depan, untuk menyuruh anak maju kedepan itu tak mudah (Anak diajari keberanian). Suatu saat nabi berkumpul dengan orang – orang dewasa kemudian ada anak-anak, saat ketika rasul saw minum beliau memberikan minumnya itu semestinya kepada sebelah kanannya, tapi karena di sebelah kiri nabi banyak orang, nabi meminta izin kepada anak – anak, nabi bilang: Hai nak gimana kalau minum ini saya kasihkan ke sebelah kiri saya? Jawab Anak : nggak itu hak saya, saya tidak mau memberikan ke orang lain. Kenapa ? Karena ini berkah, sayang kalau nabi memberikannya kepada orang lain. Pernah juga ada sahabat, nabi berkata: Siapa yang pernah saya sakiti, silahkan mengqishos untuk menuntut balas. Ada seorang sahabat maju dan berkata: Ya rasul Allah, saya pernah kena pecutmu  sekarang saya mau membalas. Melihat hal seperti itu banyak sahabat yang mau marah, tetapi kata nabi biarkan, berkata sahabat tadi : Ya rosul ketika pecutmu mengenaiku, aku dalam keadaan tidak memakai baju, tolong juga buka bajumu ! kemudian nabipun membuka bajunya, kemudian sahabat tersebut tidak memecut tetapi langsung merangkul rasul saw. Karena ingin dapat berkah sama seperti dengan bocah tadi.  Saudaraku yang di rahmati Allah swt, keberanian mengambil hak saat itu adalah benar, ketika itu benar nabi mengajarkan berani untuk mengambil haknya. Penting kita melihat variasi yang diajarkan rasul, biar kita tidak memperlakukan anak itu dengan haya marah-marah saja. Pernahkah kita bertanya terhadap anak kita ini lebih banyak senyum / marahnya ? Tahu tidak anak kita kalau di SD / TK itu diantara hadist yang diajarkan adalah La Taghdhob, janganlah engkau marah. Karena gurunya tau kalau murid-muridnya sering di marahi. Anak –anak kita itu tidak semata-mata dimarahi tapi juga perlu disayangi, kita perlu senyum dan perhatian kepadanya. Disebutkan dalam sebuah hadist Ummu nu’man bin basyir bercerita kalau bapaknya pernah memberi kepada saudaranya suatu pemberian, ketika diberikan ummu nu’man ini protes, berkata ummu  nu’man : Pak kenapa yang engkau beri itu kok cuman dia (saudara saya), saya kok tidak kamu beri? Kemudian datang kepada nabi, jawab nabi : Kamu ambil kemudian kamu berikan ! Maksudnya, kita sebagai orang tua kalau kita masih hidup kemudian anak kita satu dikasih yang lainnya juga harus dikasih, dan dikasihnya itu sama kecuali kalau kita kasih salah satu yang lainnya ikhlas itu boleh, kalau lainnya tidak ikhlas dan menuntut maka semua tidak dikasih atau yang sudah dikasih kita ambil kembali. Saudaraku yang di rahmati Allah swt, disini kita perlu adil dalam memperlakukan anak-anak kita dan tak pilih kasih dalam memberi dengan catatan kita masih hidup. Kalau sudah meninggal memang ada warisan, ada beda pemberian. Tetapi ketika orang tua masih hidup pemberian kepada anak harus sama, kalau satunya dibuatkan rumah yang lainnya juga dibuatkan rumah, satu dikasih uang yang lainnya juga dikasih uang, satu dibelikan sepeda yang lainnya juga, kalau tidak mampu, beli satu dipakai bersama. Saudaraku yang dirahmati Allah swt, Rosulullah mengajarkan pada kita melalui hadist ini agar kita berlaku adil kepada putra dan putri kita, tetapi kalau anak-anak yang lain itu ikhlas maka itu boleh, berarti orang tua itu perlu berusaha bagaimana mendidik anak-anak kita menjadi anak yang qona’ah, anak-anak yang beriman, kalau dikasih bersyukur (Alhamdulillah ), kalau tidak dikasih yang bersangkutan faham kondisi orang tuanya (kalau dikasih salah satu itu ngerti). Ini tidak mudah Saudaraku yang di rahmati Allah swt, disinilah pentingnya mempersiapkan takwa didalam hati anak-anak kita, Umar bin khattab pernah berkata : “Aku lebih suka meninggalkan anak-anakku takwa didalam hatinya dari pada meninggalkan mereka harta yang melimpah tetapi tidak ada takwa didalam hatinya. Kalau meninggalkan mereka dalam keadaan takwa dan tidak ada harta, mereka masih bisa mencari harta tapi kalau meninggalkan mereka harta dan tidak ada takwa didalam hatinya, mereka itu bisa menghabiskan harta. Saudaraku yang di rahmati Allah swt, inilah pentingnya melandasi rumah tangga itu dengan takwa kepada Allah swt. Dikisahkan juga oleh Aisyah, Aisyah itu masih muda saat dinikahi rasulullah, kadang-kadang Aisyah itu bermain-main boneka ketika itulah rasulullah nimbrung ikut-ikutan. Kita sadar sebagai orang tua kita capek di luar (kerja), saat pulang ke rumah anak-anak kita kepingin naik kuda-kudaan sekali-kali temani mereka. Nah ini yang dicontohkan Rosul saw. Dalam hadistnya rosul bersabda: “Barangsiapa tidak menyayangi anak kecil kami dan tidak mengenal hak orang tua kami maka bukan termasuk golongan kami.” (HR. Al-Bukhari dalam Al-Adab, lihat Shahih Al-Adab Al-Mufrad no. 271).
Ada sebuah kisah : Ada seorang sahabat saat itu melihat nabi mencium anak-anaknya, ketika nabi mencium anak-anaknya sahabat ini heran kemudian bertanya: Ya rosul Allah kau mencium anak-anak? Jawab nabi : Memangnya kenapa, apakah salah aku ini mencium anak-anak ? Sahabat : Ya rasul anak saya 10 tak satu pun yang aku cium ya rasul. Coba bayangkan tidak ada satu pun yang dicium, terus diapakan kalau begitu, kemudian nabi menyampaikan hadist “ Siapa yang tidak ada rasa kasih-sayang, tidak akan disayang” (HR.Bukhori-Muslim). Seperti itu kamu memperlakukan anak-anakmu maka seperti itulah kamu diperlakukan anak-anakmu! Saudaraku yang di rahmati Allah swt bila anak-anak kita diperlakukan tidak baik maka nanti saat kita sudah tua kita diperlakukan juga sama oleh anak-anak kita. Ada cerita: Ada seorang ibu ketika dia punya anak, tidak satupun anak-anaknya dikasih / dipakaikan  popok sama beliau, siapa yang makaikan ? Pembantunya, terus bagaimana sikap anak pada ibunya?  tidak begitu hormat, agak cuek, seperti itulah orang tua memperlakukan anaknya maka akan diperlakukan tidak baik oleh anaknya, benar kata nabi : “ Siapa yang tidak ada rasa kasih-sayang, tidak akan disayang”.
Bagaimana kalau sudah mendidiknya, mengajarinya, menyuruhnya sholat tapi tetap saja yang bersangkutan durhaka. Kalau seperti ini ada kisah nabi nuh, ketika nabi nuh mengadu kepada Allah bahwa anaknya durhaka tidak mau ikut beliau, apa jawaban Allah : ( Qs Hud Ayat 46 ) Dia bukan lagi keluargamu karena dia tidak mau beramal sholeh artinya : Kita sebagai orang tua kewajiban kita adalah mendidik, mengarahkan, mengasihi, memerintahkan sholat, mengajari ngaji dsb, kalau itu semuanya sudah kita lakukan kaidah ayat ini: Dia bukan lagi keluargamu karena dia tidak mau beramal sholeh. Bila ini terjadi, kita serahkan kepada Allah, ketika kita ditanya oleh Allah, kita bisa menjawab saya sudah memperlakukan, mendidik dsb tetapi ternyata yang bersangkutan jauh dari ajaranmu ya Allah ….. Intinya kita harus mencurahkan kasih sayang itu kepada putra-putri kita.
4.  Jangan Bohongin Anak
Ada cerita : Suatu saat rasulullah datang ke rumah Abdullah bin Amir. Abdullah bin Amir masih bocah, nabi berada dirumahnnya selanjutnya Abdullah bin Amir dipanggil oleh ibunya: Nak sini saya beri! kemudian nabi bertanya kepada ibunya: Apakah kamu ngasih dia? Ibu: Ia rosul saya mau ngasih dia kurma, Nabi: Kalau kamu tidak memberinya kamu membohonginya.
Kalau dalam pendidikan itu ketika anak kita masih kecil, ketika merangkak /sudah bisa berjalan kita panggil sini nak ! Kita kasih mainan, anak kita datang merangkak, ketika sudah dekat diambil lagi. Ini mengajari bohong kata rasulullah saw, bahkan ulama’-ulama’ dahulu : ada orang punya kuda dia ambil rumput dikasihkan kepada kudanya, ketika lidahnya sudah menjulur terus ditarik rumputnya, itu langsung dianggap pendusta dan hadistnya tidak diterima saat itu.
Kenapa ketika anak diperintah tidak mau, diantara kata psikolog karena anak terbiasa dibohongi, ketika anak terbiasa katanya mau dikasih lalu tidak dikasih anak itu merasa dibohongi, makanya kalau diperintah ia tidak mau dan bohong meskipun kelihatan sepele, meskipun maksud kita main-main agar anak itu mendekat kita. Ini tidak diperkenankan.
5.  Ajari Anak
Suatu saat nabi bersama anak-anak makan, namanya anak–anak ada yang tangannya itu comot sana comot sini dsb kemudian nabi mengingatkan dalam sebuah hadistnya:
Nanda, sebutlah nama Allah, makanlah dengan tangan kanan, makanlah yang dekat dengan mu!
Ini adab, makanya sunnah dengan membaca basmalah yang dikeraskan, kalau selesai makan alhamdulillahnya pelan, mulai sekarang tinggalkan kebiasaan makan dan  minum dengan tangan kiri itu tidak sunnah. Makan kue, makan nasi pakai tangan kanan, ketika mengajarkan baca basmalah  itu berarti nak ini rizki dari Allah, makanan ini karunia Allah, makanlah dengan tangan kanan diriwayat lain makanlah dengan duduk. Ternyata ada sebuah penelitian didalam tubuh ini ada satu organ yang mana kalau kita makan sambil duduk itu ada yang tertutup dan saat kita makan, racun-racun  itu tidak bisa masuk, kalau sambil berdiri ada bagian yang terbuka dan kalau kita makan racun-racun itu akan masuk. Makanya kalau kita mengikuti sunnah rasul itu kita akan sehat. Makanya kenapa kita ini sedikit – sedikit sakit ? Bisa jadi kalau makan kita tidak baca basmalah. Kita ajari anak kita dengan praktek yang kita lakukan, biasakan anak kita menyaksikan kita sebelum makan baca basmalah, makan dengan tangan kanan, makan yang ada didekat kita kalau jauh kita minta tolong sama yang lain untuk didekatkan. Ini adab sopan santun mendidik anak kita. Selesai makan baca hamdalah dengan pelan hal ini untuk menghargai yang belum selesai makan.
6.  Jangan Membuat Bosan
Kebiasaan para sahabat rasul saw kalau belajar itu tidak terlalu sering, agar tak bosan. Maksudnya anak itu terlalu sering mendengar omongan orang tua maka anak itu menjadi bosan, kita perlu melihat kapan waktu yang tepat untuk ngomongin anak , kalau ngomongin anak satu kali selesai ya selesai, tidak perlu diperpanjang lagi agar anak tidak merasa bosan.
Dalam sebuah kisah : Sahabat Al Ahdaf disampaikan oleh mu’awiyah saat beliau menjadi khalifah terus memarahi anaknya. Apa saran Al Ahdaf : Wahai amirul mukminin anak kita itu buah hati kita, anak-anak itu penegak punggung kita (bisa bangga dengan mereka), kita ini ibarat langit yang menaungi mereka, jika mereka marah bujuklah ia buatlah mereka ridho, jika mereka meminta berilah, jangan jadi kunci bagi mereka sebab mereka merusak bagi hidupmu dan berharap kematianmu. Na’udzubillah. Jangan sampai anak kita berdo’a : Kapan sih Pak Bu Anda ini meninggal ?
Semoga anak-anak kita dijadikan anak-anak yang sholeh/sholihah yang siap mendo’akan saat kita menghadap Allah swt, tidak ada artinya / tidak banyak berarti bila ternyata anak kita hanya bisa mengundang orang lain mengaji untuk kita sementara yang bersangkutan  tak bisa ngaji dan mendo’akan kita, tidak ada artinya misalnya anak kita menyuruh orang lain ibadah atas nama kita sementara anak-anak kita tidak berbakti pada kita.
Wallaahu ‘alam bish Showwab.
(Tim Panitia Kajian Ahad Pagi masjid al-islamiyah Petemon – materi ini telah disampaikan pada kajian ahad pagi 29 April 2012 di masjid Al-Islamiyah)
http://ikadisurabaya.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...